Wednesday 23 January 2013

Seduhan Kopi dalam sebuah gelas



Orang jawa menyebutnya ketek (“e” nya seperti merapi bukan seperti pembacaan kata ekononomi). Namun sebelum di seduh biasa di sebut bubuk kopi. Sudah beratus kali saya minum kopi, baru kali ini mendapat persamaan dengan dosa manusia.

Ini bermula dari kebiasaan saya minum kopi. Kopi hitam,murni hasil tumbukan manusia, bukan kopi yang banyakdi buat di pabrik itu. Suatu kali saya mampir di warung langganan untuk nyeruput kopi. Saat kopi telah di suguhkan saya diamkan sebentar, karena siapa yang mau menyerutput kopi panas panas? 

Satu kerugian besar bagi penyuka kopi bukan perokok adalah kurang kerjaan saat menunggu suhu kopi itu layak untuk lidah. Biasanya saya akan ngemil, namun entah mengapa waktu itu saya tak bersemangat njajan. Iseng saya perhatikan gelas yang penuh berisi kopi itu. Terlihat butiran butiran ketek hasil udekan pemilik warung pelan pelan jatuh ke dasar gelas, lama-lama berkumpul didasar gelas. Semain tebal dan tebal.
Sungguh saya tak ingin rasanya mengingat dosa. Menyebut kata itu seperti ada duri ikan yang tiba-tiba nyangkut di kerongkongan. Tapi kadang saya sengaja mengingatnya, tak lain agar hati ini trenyuh, hati trenyuh cenderung hati yang peka. Dengan begitu kesempatan dekat dengan Tuhan terbuka lebar. Memang dosa untuk di jauhi tapi bukan berarti harus lari dari mengigatnya kembali. Karena itu usaha kita agar dosa itu tak berulang lagi.  

Dosa seperti ketek dalam sebuah seduhan kopi di gelas. Awalnya ia memeutar mutar bersama arus air kopi.  Lama-lama ia akan turun di dasar gelas, sedikit demi sedikit mengumpul di sana. Dosa seperti itu, awalnya kita menganggap dosa adalah biasa ( biasanya dosa kecil ), bahkan mungkin tak sengaja melakukannya. Karena kebiasaan itu seakan-akan dosa memutar dan searus dengan arah kehidupan. Lambat laun kita tak menganggapnya dosa adalah kesalahan. Ujung-ujungnya di ulangi dan di ulangi.

Padahal berbuat dosa hakikatnya tidak enak dan bikin hati orang was-was. Namun sudah banyak bukti bahwa dosa oleh sebagian orang menjadi sangat manis dan mengasikkan. seperti minum kopi, manis, fresh dan gak ngantuk lagi.

Lalu saya mulai menyeruput kopi seduhan itu, benar saja, manis dan bikin mata saya melek. Lalu saya perhatikan kopi yang tinggal separuh itu.

Semakin lama semakin banyak-lah ketek yang jatuh ke dasar gelas. Semakin banyak kelakuan dosa di buat semakin banyak pula ia mengumpul di dasar hati. Jika di biarkan seperti itu, kita tak akan lagi melihat bening dasar gelas. Demikianlah tumpukan dosa membuat hati menjadi gelap dan hitam. Jika tak di cuci maka dosa itu mengeras dan membentuk kerak dalam hati.

Beberapa saat kemudian  saya menyeruput lagi. Pelan pelan. Habis dan semakin habis. Pada awalnya manis di lidah semakin turun volume kopi kurasa kok semakin pahit? Hingga tak terasa air kopi telah habis dan ampas kopi tak sengaja ikut juga dalam mulut. Fuih..., benar benar pahit!

Tuh kan... dosa memang terasa pahit pada akhirnya.
Seperti kebiasaan saya tak pernah mau lama-lama nongkrong sambil ngopi. Karena saya tahu tujuan utama saya di warung ini adalah ngopi bukan nongkrog seperti kebanyakan penikmat kopi di warung ini. Juga di warung warung lainnya.

Setelah membayar saya tak langsung pergi. Sang pemilik warung memberesi gelas kopi saya, dan mulai menyalakan keran air. Gelas bekas kopi saya di guyur air, beberapa saat kemudian bening lagi seperti belum tersentuh kopi sama sekali. O ya...kalau boleh menyama-nyamakan lagi, air yang keluar dari keran itu adalah taubat. Ketika para pendosa bertaubat benar-benar, maka tuhan akan mengguyurkan kasih sayangnya, Dia akan mencuci hati dari dosa dosa yang mengerak seperti halnya ampas kopi yang mengeras hingga membuat hati kita bening lagi layaknya gelas.


Bumimahapatih, 271112

   
                

0 komentar :

Post a Comment

Please Comment Bellow, As:
@ Appreciation-Support
@ Criticism-Answers
@ Blog Walking- No Spam

Thank....