Kita sebagai pribumi Indonesia, mungkin hanya mengenal negeri belanda sebagai negeri bengis yang sudah menyengsarakan kehidupan rakyat bangsa ini hingga 350 tahun lamanya. Negera yang mengeruk kekayaan negeri gemah ripah ini sekering-keringnya untuk kemajuan negeri mereka sendiri.
Namun jika menelisik negeri yang luasnya tak selevel dengan Indonesia ini memiliki satu keunikan yang tak terbantahkan oleh dunia, bahkan negeri kita ini yang telah menjadi jajahannya hingga bertahun-tahun itu. Dan keunikannya itu ada pada kota kecil di sisi utara Belanda bernama Rotterdam.
Satu keunikan dari kota pelabuhan Rotterdam adalah wilayahnya yang berada 7 meter di bawah permukaan laut. Gila bukan? Yang lebih gila lagi dengan kedalaman seperti itu, kota nan eksotis ini tak pernah (lagi) terjamah banjir sehingga sekarang rakyatnya benar benar aman sentosa dari bencana banjir.
Sejarah banjir Rotterdam
Saya bilang tidak pernah lagi banjir karena memang sebenarnya Rotterdam pernah mengalami banjir bandang beberapa kali. Setidaknya ada 4 banjir besar yang menimpa kota ini. Banjir yang berhasil direkam sejarah itu adalah The Saint Aechtens’s Day Flood di tahun 1288, The Saint Elizabeth’s Day Flood pada tahun 1404 dan 1421, The Saint Felix’s Day pada tahun 1530, setelahnya adalah All Saints’s Day Flood di tahun 1570, dan yang paling segar dalam ingatan adalah banjir ditahun 1953. Itu adalah banjir yang pernah menghajar negeri Belanda dan kota Rotterdam pada khususnya. Itupun belum dihitung oleh banjir berskala kecil yang hampir datang tiap tahun di kota Rotterdam.
banjir yang menghajar Rotterdam tahun 1953 |
Jangan bertanya lagi seberapa besar kerugian material dan mental penduduk Rotterdam. Sebut saja banjir tahun 1953, Ada sekitar 1.835 nyawa menemui ajal, 110 ribu penduduk menjadi tuna wisma, 200 hektar lahan pertanian luluh lantak, 47 ribu bangunan tak lagi berbentuk, 67 tanggul ambruk, dan dua desa tak lagi tersebut dalam peta. Mungkin karena serangkaian bencana ini, pemerintah kota di dukung oleh seluruh warga bertekad untuk tidak kebanjiran lagi, sehingga mulai saat itu mereka mematangkan rencana strategis untuk menghindari bencana serupa dikemudian hari. Proyek itu dinamakan proyek delta.
Bendungan-bendungan fantastis Belanda
Pepatah “menguras laut” yang lebih dikenal dinegera kita sebagai pekerjaan sia-sia , ternyata benar-benar terealisasi di Belanda. Hal ini harus mereka lakukan mengingat 60 % daratan negara mereka adalah daratan yang ada di bawah permukaan laut. Karena itulah melalui proyek ini mereka berhasil mewujudkan suatu tekad yang kata kebanyakan orang adalah hal mustahil dilakukan. Yaitu menguras laut yaang menjorok ke daratan dan membendungnya sehingga air laut tidak akan masuk lagi kewilayah daratan baru ini. Itu mereka realisasikan dengan cara membandung laut, dan memanaje aliran sungai yang ebrmuara kesana.
Akhirnya sim salabim! Dalam waktu 39 tahun mereka berhasil membangun tiga belas bendungan raksasa dengan konstruksi yang njlimet bikin mumet.
Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur kota Rotterdam. Bendungan Berikutnya dan yang paling fenomenal adalah bendungan The Ooster Dam. Bahkan bendungan ini dijuluki ”Miracle of the Netherlands” karena saking rumit konstruksinya. Bendungan ini membentengi seluruh daratan Zeeland yang langsung berhadapan dengan Laut Utara. Bendungan ini berjarak 11 kilometer. Terdapat 64 dermaga di sepanjang tanggul dan ada 62 pintu air yang menggantung di setiap dermaga. Total terdapat 3.968 pintu air, yang bisa dibuka-tutup berdasar kebutuhan.
bendungan super raksasa "The Ooster Dam" |
Bendungan terakhir adalah The Maeslantkering yang selesai dibangun pada 1997. Maeslantkering dibangun di muara sungai Nieuwe Waterweg, kanal yang menjadi gerbang masuk ke Pelabuhan Rotterdam. Bendungan ini sangat unik bentuknya maupun teknologi yang digunakan sehingga lebih sering digunakan sebagai obyek wisata. Tanggul ini terdiri dari dua lengan raksasa dengan panjang masing-masing 300 meter. Kedua lengan raksasa ini bisa membuka dan menutup sesuai dengan keadaan ketinggian air. Jika kebetulan ada badai laut utara yang melebihi 3 meter, kedua lengan Maeslantkering ini akan segera menutup dengan bantuan sensor yang terbaca di layar komputer.
Bendungan "Maeslantkering" dengan dua lengannya |
Dengan bendungan-bendungan yang canggih dan teknologi manajemen banjir yang mutakhir seperti itu, tidak usah heran jika sekarang Kota Rotterdam yang ada di bawah permukaan laut itu, tak lagi disambangi banjir. Ada genangan air sedikit saja sudah akan diantisipasi dengan teknologi-teknologi tingkat tinggi yang mengepung segala jengkal kota pelabuhan ini. Kini penduduknya bisa tidur dengan nyenyak karena tidak khawatir lagi dengan ancaman bencana banjir.
Bagaimana dengan Jakarta?
Silahkan membanding-bandingkan Rotterdam dengan Jakarta. Karena memang kedua kota ini sama-sama ada di bawah permukaan laut, walau kedalaman Jakarta hanya 1-1,5 meter saja dari permukaan laut. Namun kalau ingin membandingkan dengan banjir, jangan harap, karena sekarang situasi sudah sangat berbeda. Jangankan berhari-hari, sehari saja hujan deras, Jakarta langsung tenggelam oleh air bah yang datang dari mana saja dan bingung mau mengarah kemana.
Sudah tidak usah di ceritakan lagi kepiluan demi kepiluan yang menyerang warga Jakarta setiap musim hujan bertandang. Saya kira semua orang sudah tahu. Yang perlu di pikirkan adalah bagaimana solusi agar Jakarta bisa sesegera mungkin mentas dari bencana banjir yang selalu mampir setiap tahun itu.
Dan nampaknya cermin yang paling pantas ditengok adalah kota Rotterdam. Kesamaan geografis dan keberhasilan mereka mengelola air dan banjir sangat perlu ditiru. Karena itu beberapa waktu lalu pemerintah DKI kedatangan tamu istimewa dari Belanda, dialah Ahmed Aboutaleb, walikota Rotterdam. Beliau menjajakan harapan yang melangit tentang keberhasilan mereka warga kota Rotterdam dalam mengelola banjir. Ujar beliau di butuhkan waktu bertahun-tahun untuk benar-benar bebas dari banjir. Perlu waktu langkah yang kompleks dalam mewujudkan negeri bebas dari banjir. Kebijakan pemerintahnya dan kesadaran warganya dalam mendukung program itu menjadi kunci keberhasilan mereka dalam mewujudkan kota bebas banjir.
Apakah Jakarta siap meniru Rotterdam? Sebelum itu, sebaiknya segenap warga Jakarta lebih dulu menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini : Apakah warga sudah siap untuk tidak membuang sampah di kali? Apakah warga Jakarta siap tidak meninggali daerah-daerah bantaran kali? Apakah warga Jakarta siap lebih suka bertanam pohon daripada beton? Globalnya, apakah warga Jakarta sudah siap sedari sekarang untuk lebih menyayangi alam daripada sebelum-sebelumnya?
Kalau belum siap, bersiaplah setiap tahun menikmati anugerah Tuhan berupa air yang berlimpah-limpah ruah itu.
Bumi mahapatih, 230114
0 komentar :
Post a Comment
Please Comment Bellow, As:
@ Appreciation-Support
@ Criticism-Answers
@ Blog Walking- No Spam
Thank....