Orang jawa
menyebutnya ketek (“e” nya seperti
merapi bukan seperti pembacaan kata ekononomi). Namun sebelum di seduh biasa di
sebut bubuk kopi. Sudah beratus kali saya minum kopi, baru kali ini mendapat
persamaan dengan dosa manusia.
Ini bermula
dari kebiasaan saya minum kopi. Kopi hitam,murni hasil tumbukan manusia, bukan
kopi yang banyakdi buat di pabrik itu. Suatu kali saya mampir di warung
langganan untuk nyeruput kopi. Saat kopi telah di suguhkan saya diamkan
sebentar, karena siapa yang mau menyerutput kopi panas panas?
Sungguh saya
tak ingin rasanya mengingat dosa. Menyebut kata itu seperti ada duri ikan yang
tiba-tiba nyangkut di kerongkongan. Tapi kadang saya sengaja mengingatnya, tak
lain agar hati ini trenyuh, hati trenyuh cenderung hati yang peka. Dengan
begitu kesempatan dekat dengan Tuhan terbuka lebar. Memang dosa untuk di jauhi
tapi bukan berarti harus lari dari mengigatnya kembali. Karena itu usaha kita
agar dosa itu tak berulang lagi.
Dosa seperti ketek dalam sebuah seduhan kopi di
gelas. Awalnya ia memeutar mutar bersama arus air kopi. Lama-lama ia akan turun di dasar gelas, sedikit
demi sedikit mengumpul di sana. Dosa seperti itu, awalnya kita menganggap dosa
adalah biasa ( biasanya dosa kecil ), bahkan mungkin tak sengaja melakukannya.
Karena kebiasaan itu seakan-akan dosa memutar dan searus dengan arah kehidupan.
Lambat laun kita tak menganggapnya dosa adalah kesalahan. Ujung-ujungnya di
ulangi dan di ulangi.
Padahal
berbuat dosa hakikatnya tidak enak dan bikin hati orang was-was. Namun sudah
banyak bukti bahwa dosa oleh sebagian orang menjadi sangat manis dan
mengasikkan. seperti minum kopi, manis, fresh dan gak ngantuk lagi.
Lalu saya
mulai menyeruput kopi seduhan itu, benar saja, manis dan bikin mata saya melek.
Lalu saya perhatikan kopi yang tinggal separuh itu.
Semakin lama
semakin banyak-lah ketek yang jatuh
ke dasar gelas. Semakin banyak kelakuan dosa di buat semakin banyak pula ia
mengumpul di dasar hati. Jika di biarkan seperti itu, kita tak akan lagi
melihat bening dasar gelas. Demikianlah tumpukan dosa membuat hati menjadi
gelap dan hitam. Jika tak di cuci maka dosa itu mengeras dan membentuk kerak
dalam hati.
Beberapa saat
kemudian saya menyeruput lagi. Pelan
pelan. Habis dan semakin habis. Pada awalnya manis di lidah semakin turun
volume kopi kurasa kok semakin pahit? Hingga tak terasa air kopi telah habis
dan ampas kopi tak sengaja ikut juga dalam mulut. Fuih..., benar benar pahit!
Tuh kan...
dosa memang terasa pahit pada akhirnya.
Seperti
kebiasaan saya tak pernah mau lama-lama nongkrong sambil ngopi. Karena saya
tahu tujuan utama saya di warung ini adalah ngopi bukan nongkrog seperti
kebanyakan penikmat kopi di warung ini. Juga di warung warung lainnya.
Setelah
membayar saya tak langsung pergi. Sang pemilik warung memberesi gelas kopi
saya, dan mulai menyalakan keran air. Gelas bekas kopi saya di guyur air,
beberapa saat kemudian bening lagi seperti belum tersentuh kopi sama sekali. O
ya...kalau boleh menyama-nyamakan lagi, air yang keluar dari keran itu adalah
taubat. Ketika para pendosa bertaubat benar-benar, maka tuhan akan mengguyurkan
kasih sayangnya, Dia akan mencuci hati dari dosa dosa yang mengerak seperti
halnya ampas kopi yang mengeras hingga membuat hati kita bening lagi layaknya
gelas.
Bumimahapatih,
271112
0 komentar :
Post a Comment
Please Comment Bellow, As:
@ Appreciation-Support
@ Criticism-Answers
@ Blog Walking- No Spam
Thank....